Lahirnya Klasis Kartasura dimulai jauh dari terbentuknya Pasamoewan Kristen Jawi Gereformeerd Margoyudan-Surakarta dengan asuhan Dr. H.A Van Andel. Van Andel adalah pendeta utusan untuk kawasan Solo, sejak 1 Januari 1913. Sejak masuknya Dr. H.A Van Andel selama kurun waktu 2 tahun jumlah warga gereja berkembang menjadi 148 orang, dari semula 78 orang. Beliau dibantu oleh 5 guru Injil, 6 guru sekolah dan 4 kolportir. Dengan jumlah 148 orang terbentuklah kelompok Surakarta kemudian memilih tua-tua dan diakennya sendiri yang terdiri dari empat orang tua-tua (tiga dari suku jawa dan seorang Tionghoa), dan dua orang diaken yang kesemuanya dari suku Jawa.
Tua-tua tersebut adalah Bp. Dutokaryono, Bp. Mangunharjo, Bp. Pawirotaruno dan Bp. Sie Siauw Tjong, sedangkan diaken adalah bp. Herman Joyohusodo dan Bp. Irodikromo. Semuanya diteguhkan pada hari Minggu tanggal 30 April 1916 yang disertai dengan peresmian berdirinya Gereja Kristen Jawa Margoyudan (Pasamoewan Kristen Jawi Gereformeerd Margoyudan-Surakarta).
Dalam perjalanan GKJ Margoyudan terjadi pemekaran menjadi tiga gereja dewasa, yaitu GKJ Margoyudan dengan daerah PI bagian utara dan Timur, GKJ Tumenggungan (Manahan) dengan daerah PI bagian barat dan GKJ Danukusuman (Joyodiningratan) dengan daerah PI bagian selatan. Walaupun GKJ Tumenggungan dan GKJ Danukusuman secara de facto didewasakan pada tahun yang sama yaitu tahun 1929 namun secara de Yure GKJ Tumenggungan memproklamirkan pendewasaannya pada tahun 1931, tepatnya pada tanggal 16 Oktober 1931. Hal ini dikarenakan pada saat itu GKJ Tumenggungan meresmikan gedung gerejanya di wilayah Manahan. Sehingga sampai saat ini GKJ Tumenggungan beralih nama menjadi GKJ Manahan.
Sekitar tahun 1931, muncul kelompok-kelompok baru yang tumbuh di wilayah Pojok-Sragen, Gondang (Ringinharjo), di Blulukan dan di Slogohimo. Pada tahun 1933 terjadi pendewasaan tiga gereja yaitu GKJ Prambanan, Pedan dan Delanggu, sehingga di Klaten ada empat gereja dewasa, termasuk Klaten (1934). Dalam perkembangannya tahun 1935, gereja Slogohimo dan Wuryantoro didewasakan sehingga di Wonogiri ada empat gereja dewasa: Wonogiri (1930), Wuryantoro, Slogohimo dan Gemantar. Demikian juga di daerah Kartasura dan Kepuh, disusuk dua tahun kemudian di Karanganyar dan Plupuh (1937). Sehingga sampai tahun 1937, Klasis Solo terdiri dari 16 gereja dewasa: Margoyudan-Solo, Manahan-Solo, Danukusuman-Solo, Klaten, Sragen, Gemantar, Wonogiri, Prambanan, Pedan, Delanggu, Slogohimo, Wuryantoro, Kartasura, Kepuh, Karanganyar dan Plupuh.
Hingga sampai tahun 1938, Klasis Solo tetap menghimpun 16 gereja dewasa dengan 41 kelompok, melayani 5.282 warga gereja dengan 3 pendeta Jawa, yaitu: Ds. Soemponohardjo di Margoyudan-Solo, Ds. Mitrotenojo di Wonogiri-Gemantar dan Ds. S.Atmowidjono di Manahan-Solo, dibantu dengan 27 guru Injil. Karena pertambahan warga jemaat makin meningkat, maka pada tahun 1964, Sidang Klasis Surakarta memutuskan untuk membiakkan diri menjadi dua yaitu Klasis Surakarta Barat berpusat di Klaten dan Klasis Surakarta Timur berpusat di Solo.
Untuk Sejarah Klasis Kartasura secara lengkap anda dapat download disini (masih proses)
Hingga sampai tahun 1938, Klasis Solo tetap menghimpun 16 gereja dewasa dengan 41 kelompok, melayani 5.282 warga gereja dengan 3 pendeta Jawa, yaitu: Ds. Soemponohardjo di Margoyudan-Solo, Ds. Mitrotenojo di Wonogiri-Gemantar dan Ds. S.Atmowidjono di Manahan-Solo, dibantu dengan 27 guru Injil. Karena pertambahan warga jemaat makin meningkat, maka pada tahun 1964, Sidang Klasis Surakarta memutuskan untuk membiakkan diri menjadi dua yaitu Klasis Surakarta Barat berpusat di Klaten dan Klasis Surakarta Timur berpusat di Solo.
Untuk Sejarah Klasis Kartasura secara lengkap anda dapat download disini (masih proses)
0 komentar:
Posting Komentar